Oleh: Muhammad Nuh
Dunia bagi seorang mukmin adalah arena ujian. Adakalanya
ia sukses mengarungi hidup. Sabar atas segala cobaan yang silih berganti
menghantam bagaikan badai. Tapi, tak tertutup kemungkinan bisa gagal dan jatuh
menyakitkan.
Ada banyak cobaan hidup. Di antaranya berkisar masalah uang. Salah satu masalah
yang kerap dijumpai berkenaan dengan uang adalah utang. Karena, kian hari utang
menjadi sesuatu hal yang hampir tak bisa lagi terhindarkan.
Hidup di dunia moderen nyaris berhimpit dengan utang. Bahkan, untuk sebagian
orang, utang menjadi gaya hidup. Orang bisa dikatakan maju jika mampu berutang.
Semakin banyak utang, semakin tinggi status sosialnya. Orang kian dimanja
dengan utang. Sekaligus ditipu dan dijatuhkan dengan utang. Na’uzdubillah
min dzalik!
Seorang mukmin adalah manusia yang tidak tertutup kemungkinan tergiring dalam
pola hidup seperti itu. Bisa banyak sebab yang menjadikan utang begitu dekat.
Bahkan, menjadi incaran. Mungkin, masalah kemampuan ekonomi sehingga utang
menjadi pilihan terakhir.
Masalahnya, mampukah seorang mukmin mengendalikan utang dalam kematangan
dirinya. Utang beredar dalam batasan sarana yang hanya sebagai salah satu
pilihan. Bukan sebagai tujuan. Jika utang menjadi tujuan, ia akan mengendalikan
diri seseorang sehingga terpuruk dalam jurang kehancuran.
Betapa utang punya nilai bahaya yang lebih dahsyat daripada sebuah senjata yang
mematikan. Bisa lebih ganas dari hewan buas mana pun. Di antara bahaya yang
mengiringi belitan utang pada seseorang adalah: