"Shopping List" atau daftar keinginan adalah ikon yang sangat menonjol dalam sebuah penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang),
khusus nya di tingkat Kelurahan/Perdesaan. Begitu banyak harapan dan
aspirasi yang diungkapkan nya. Mulai dari yang terkait dengan
pengembangan infrastruktur seperti pengaspalan jalan, perbaikan
jembatan, pengembangan irigasi desa, perluasan jalan perdesaan,
pembuatan masjid, perbaikan sekolah, Puskesmas; hingga ke soal-soal yang
berhubungan dengan pengembangan ekonomi masyarakat seperti Bumdes,
koperasi, simpan pinjam, pengembangan ekonomi keluarga dan lain sebagai
nya lagi.
Saking banyak nya aspirasi yang disampaikan, para penyelenggara Musrenbang terpaksa harus mencatat nya, untuk diusung ke Musrenbang tingkat Kecamatan. Tatakla Musrenbang tingkat Kecamatan di gelar, para penyelenggara Musrenbang tampak sedikit kewalahan. Bukan saja karena Musrenbang tingkat Kecamatan harus mampu memberi penajaman yang lebih fokus atas usulan-usulan yang diusulkan oleh Musrenbang tingkat Kelurahan/Perdesaan, ternyata mereka pun dituntut untuk mampu "menyeleksi" program dan usulan apa yang harus dipilih berdasar skala prioritas yang sudah ditetapkan.
selengkapnya klik disini
Pekerjaan semacam ini tidaklah gampang untuk dilakukan. Mereka tidak bisa mencoret sembarangan atas usulan dari Musrenbang tingkat Kelurahan/Perdesaan. Belum lagi ada usulan-usulan tertentu yang dikawal sangat ketat, khusus nya yang erat kaitan nya dengan "daerah pemilihan" para wakil rakyat. Proses pemilihan usulan semacam ini, rupa nya terus berlanjut hingga ke pelaksanaan Musrenbang tingkat Kabupaten/Kota. Dalam proses di tataran ini, yang nama nya kepentingan politik sudah mulai mengemuka. Ada kala nya tawar menawar pun harus dilakukan antara kalangan Pemerintah dengan para Wakil Rakyat.
Namun begitu, perdebatan yang terjadi tidak berlangsung lama, karena diantara ke dua pihak itu selalu dicari "kesepakatan" yang bermuara pada "win win solution". Di tingkat Provinsi, perdebatan sudah hampir tidak terjadi. Yang mengemuka pada pelaksanaan Musrenbang tingkat Provinsi adalah terjadi nya "lomba pidato", baik antara Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mau pun para Wakil Rakyat yang bicara mengatas-namakan Komisi nya masing-masing. Para peserta Musrenbang sendiri, terkesan duduk manis dan sesekali terserang penyakit ngantuk. Kalau pun dibuka sesi untuk diskusi, hal itu ditempuh hanya sebagai justifikasi bahwa proses Musrenbang memang dilakukan secara demokratis dan dialogis sifat nya.
Perjalanan daftar keinginan hasil Musrenbang tingkat Kelurahan/Perdesaan yang puluhan jumlah nya itu, di Musrenbang tingkat Provinsi memang sudah kurang terlihat lagi secara nyata dan jelas. Pembahasan yang dilakukan lebih memberi arahan ke pendekatan ruang/wilayah dan pendekatan sektor. Oleh karena itu, kalau saja daftar keinginan rakyat yang berada di tataran basis ini ingin terbawa hingga ke jenjang Provinsi, maka aspek pendampingan, pengawalan dan pengamanan nya, mestilah dirancang secara sistemik dan tetap berada dalam koridor kewajaran dan kepatutan, sesuai dengan norma dan aturan main yang berlaku.
Akhir nya, suka atau pun tidak, kita sudah saat nya mengajukan usul kepada para perencana pembangunan di tingkatan nya masing-masing untuk segera melakukan "revitalisasi" terhadap penyelenggaraan Musrenbang. Pola yang selama ini diterapkan, kelihatan nya sudah saat nya kita evaluasi secara total. Kita perlu mencari pendekatan perencanaan yang lebih memberi penghormatan terhadap "local wisdom" di masing-masing daerah. Jagon nya boleh saja menjadi Musrenbang Berbasis Kearifan Lokal. Dengan thema seperti ini, tentu semangat nya bakal terbawa terus hingga ke tingkat Provinsi dan Nasional. Yang menjadi soal adalah apakah para perencana pembangunan di negeri ini mau dan berniat untuk melakukan perubahan ? Atau kah mereka memang tetap ingin mempertahankan pola status quo ?
Salam
Saking banyak nya aspirasi yang disampaikan, para penyelenggara Musrenbang terpaksa harus mencatat nya, untuk diusung ke Musrenbang tingkat Kecamatan. Tatakla Musrenbang tingkat Kecamatan di gelar, para penyelenggara Musrenbang tampak sedikit kewalahan. Bukan saja karena Musrenbang tingkat Kecamatan harus mampu memberi penajaman yang lebih fokus atas usulan-usulan yang diusulkan oleh Musrenbang tingkat Kelurahan/Perdesaan, ternyata mereka pun dituntut untuk mampu "menyeleksi" program dan usulan apa yang harus dipilih berdasar skala prioritas yang sudah ditetapkan.
selengkapnya klik disini
Pekerjaan semacam ini tidaklah gampang untuk dilakukan. Mereka tidak bisa mencoret sembarangan atas usulan dari Musrenbang tingkat Kelurahan/Perdesaan. Belum lagi ada usulan-usulan tertentu yang dikawal sangat ketat, khusus nya yang erat kaitan nya dengan "daerah pemilihan" para wakil rakyat. Proses pemilihan usulan semacam ini, rupa nya terus berlanjut hingga ke pelaksanaan Musrenbang tingkat Kabupaten/Kota. Dalam proses di tataran ini, yang nama nya kepentingan politik sudah mulai mengemuka. Ada kala nya tawar menawar pun harus dilakukan antara kalangan Pemerintah dengan para Wakil Rakyat.
Namun begitu, perdebatan yang terjadi tidak berlangsung lama, karena diantara ke dua pihak itu selalu dicari "kesepakatan" yang bermuara pada "win win solution". Di tingkat Provinsi, perdebatan sudah hampir tidak terjadi. Yang mengemuka pada pelaksanaan Musrenbang tingkat Provinsi adalah terjadi nya "lomba pidato", baik antara Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mau pun para Wakil Rakyat yang bicara mengatas-namakan Komisi nya masing-masing. Para peserta Musrenbang sendiri, terkesan duduk manis dan sesekali terserang penyakit ngantuk. Kalau pun dibuka sesi untuk diskusi, hal itu ditempuh hanya sebagai justifikasi bahwa proses Musrenbang memang dilakukan secara demokratis dan dialogis sifat nya.
Perjalanan daftar keinginan hasil Musrenbang tingkat Kelurahan/Perdesaan yang puluhan jumlah nya itu, di Musrenbang tingkat Provinsi memang sudah kurang terlihat lagi secara nyata dan jelas. Pembahasan yang dilakukan lebih memberi arahan ke pendekatan ruang/wilayah dan pendekatan sektor. Oleh karena itu, kalau saja daftar keinginan rakyat yang berada di tataran basis ini ingin terbawa hingga ke jenjang Provinsi, maka aspek pendampingan, pengawalan dan pengamanan nya, mestilah dirancang secara sistemik dan tetap berada dalam koridor kewajaran dan kepatutan, sesuai dengan norma dan aturan main yang berlaku.
Akhir nya, suka atau pun tidak, kita sudah saat nya mengajukan usul kepada para perencana pembangunan di tingkatan nya masing-masing untuk segera melakukan "revitalisasi" terhadap penyelenggaraan Musrenbang. Pola yang selama ini diterapkan, kelihatan nya sudah saat nya kita evaluasi secara total. Kita perlu mencari pendekatan perencanaan yang lebih memberi penghormatan terhadap "local wisdom" di masing-masing daerah. Jagon nya boleh saja menjadi Musrenbang Berbasis Kearifan Lokal. Dengan thema seperti ini, tentu semangat nya bakal terbawa terus hingga ke tingkat Provinsi dan Nasional. Yang menjadi soal adalah apakah para perencana pembangunan di negeri ini mau dan berniat untuk melakukan perubahan ? Atau kah mereka memang tetap ingin mempertahankan pola status quo ?
Salam
Alangkah bagusnya kalau kedepan ada websete untuk Desa tlogopucang jadi tidak hanya blog, Sebagai rasa cinta saya kepada tempat kelahiran saya Desa tlogopucang saya menawarkan diri membuatkan sebuah websete untuk Profit, perkembangan Desa, Kabar terbaru Dll. Salam Profit dari anak YOGYA.
BalasHapusBy. Trad FX