Betul ! Lidah tak bertulang.
Walau tidak punya tulang, lidah merupakan kebutuhan vital dalam kehidupan.
Dengan lidah inilah kita dapat merasakan makanan dan minuman. Lidah kerap kali
digunakan untuk membedakan rasa asin, manis atau pahit. Bayangkan, andai kita
tidak memiliki lidah, maka dijamin halal, kita akan kesulitan dalam menentukan
sebuah cita rasa.
Dalam kehidupan politik, kita
sering juga mendengar istilah "keseleo lidah". Kalimat ini
biasa nya digunakan sebagai bentuk pembelaan dari penguasa, sekira nya ada
kata-kata atau kalimat yang dilontarkan sang penguasa, yang ditengarai dapat
menimbulkan antipati dari rakyat nya. Para bawahan dan staf, umum nya
akan berkilah bahwa bukan itu maksud yang ingin disampaikan, tapi kata-kata itu
terlontar karena "keseleo lidah".
Pemaknaan "keseleo lidah" sendiri, memang terkait dengan kekhilafan atau kealfaan manusia. Seorang pejabat, pemimpin, maupun penguasa, tentu harus benar-benar memperhatikan kata dan kalimat yang akan diucapkan nya. Untuk itu, sungguh tepat jika banyak para pemimpin yang menggunakan teks ketika menyampaikan pidato atau pengarahan nya. Bahkan tidak sedikit para Kepala Negara yang menggunakan bahasa negara nya ketika sedang melakukan pertemuan-pertemuan dunia, dan tidak menggunakan bahasa Inggris. Agar bahasa yang digunakan tersebut dapat dipahami oleh bangsa-bangsa lain, maka dilakukan proses penerjemahan ke berbagai macam bahasa.
Pemaknaan "keseleo lidah" sendiri, memang terkait dengan kekhilafan atau kealfaan manusia. Seorang pejabat, pemimpin, maupun penguasa, tentu harus benar-benar memperhatikan kata dan kalimat yang akan diucapkan nya. Untuk itu, sungguh tepat jika banyak para pemimpin yang menggunakan teks ketika menyampaikan pidato atau pengarahan nya. Bahkan tidak sedikit para Kepala Negara yang menggunakan bahasa negara nya ketika sedang melakukan pertemuan-pertemuan dunia, dan tidak menggunakan bahasa Inggris. Agar bahasa yang digunakan tersebut dapat dipahami oleh bangsa-bangsa lain, maka dilakukan proses penerjemahan ke berbagai macam bahasa.
Kehati-hatian yang demikian,
memang diperlukan. Apalagi jika pesan yang dikemukakan nya itu, berkaitan
dengan kepentingan dan nasib hajat hidup orang banyak. Pemimpin atau orang yang
sedang memegang tampuk kekuasaan, perlu cerdas dan piawai dalam mengolah kata
dan mengemas nya ke dalam sebuah kalimat. Ini penting dicermati, karena
masyarakat umum nya, masih belum bebas 100 % dari pengalaman masa lalu, dimana
apa-apa yang diucapkan Pemimpin itu tak ubah nya laksana "sabda
pandito ratu".selengkapnya Klik disini
Hari-hari belakangan ini, kita dikejutkan dengan pernyataan seorang Dipo Alam, Sekretaris Kabinet Pemerintahan Sby-Boediono. Dipo Alam berencana bakal mengintruksikan kepada seluruh Instansi Pemerintah (Pusat dan BUMN) agar melakukan boikot terhadap media massa (2 buah stasion TV dan 1 buah surat kabar). Bentuk boikot nya antara lain tidak boleh memasang iklan dan tidak diperkenankan meliput berita-berita yang ada hubungan nya dengan tugas Pemerintahan.
Hari-hari belakangan ini, kita dikejutkan dengan pernyataan seorang Dipo Alam, Sekretaris Kabinet Pemerintahan Sby-Boediono. Dipo Alam berencana bakal mengintruksikan kepada seluruh Instansi Pemerintah (Pusat dan BUMN) agar melakukan boikot terhadap media massa (2 buah stasion TV dan 1 buah surat kabar). Bentuk boikot nya antara lain tidak boleh memasang iklan dan tidak diperkenankan meliput berita-berita yang ada hubungan nya dengan tugas Pemerintahan.
Yang perlu kita selami, ternyata
sikap Dipo Alam yang seolah-olah "melawan arus" dan aura reformasi
ini disebabkan karena media massa tersebut kerap kali memberitakan hal-hal yang
berhubungan dengan kejelekan-kejelekan Pemerintah melulu. Padahal pasti ada
juga hasil kerja Pemerintah yang baik nya juga.
Dipo
Alam, kita yakini sebagai sosok anak bangsa yang punya nyali. Dia sudah
menyatakan tidak menyesal dan akan bertanggungjawab terhadap apa yang diucapkan
nya. Dipo Alam tidak gentar jika harus berdialog dengan Dewan Pers. Bahkan apa
yang dikemukakan nya itu boleh saja menjadi bahan pembelajaran bagi media massa.
Jika sudah demikian, kita juga percaya bahwa Dipo Alam tidak akan meminta staf
atau penasehat nya (jika ada) untuk meralat nya, atau menyampaikan penyesalan
nya, apalagi menyebut nya sebagai "keseleo lidah". Ya, memang lidah
tak bertulang.
Selamat berakhir pekan....
Salam
Suara
Rakyat, Sabtu 26 Februari 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar