Setelah DKI Jakarta, disusul Jawa Barat,
tak lama lagi pesta demokrasi akan
menuju Jawa Tengah. Pada 26 Mei 2013,
Pilgub Jateng digelar bersamaan
waktunya dengan penyelenggaraan
Pilbup Kudus dan Temanggung. Penulis
memilih Temanggung sebagai bahan
wicara, selain alasan domisili juga karena
merasakan betul denyut nadi
...
perkembangan politik lokal yang harus
diungkap ke ruang publik sebagai bagian
penting membaca realitas. Pilkada mesti
dilihat secara esensial dalam dua hal yang
harus menghasilkan makna politik
beradab. Realitas itu bisa terwujud
manakala kita mendapatkan pemimpin
dengan sifat atau karakter maju, atau bisa
kita sebut pemimpin berperikemajuan.
Gaya itu mensyaratkan pada dua hal,
yakni, pertama; ada kemauan kuat
memperbaiki birokrasi (instrumen
pelayanan rakyat) dan menjadikannya
sebagai mesin kerja efektif guna
merespons perkembangan zaman (dalam
hal ini globalisasi). Kedua; memiliki misi jelas
dengan target tertentu yang fokus
mengatasi persoalan krusial seperti
kemiskinan, kelemahan infrastruktur desa,
serta memperkuat sumber daya manusia
dan alam sebagai basis usaha
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam
pilbup mendatang, Bupati Hasyim Afandi,
tak akan mencalonkan dan tak berminat
dicalonkan kembali. Bahkan ia tak
mendukung salah satu kandidat. Sikap itu
memiliki implikasi pada peta kesiapan
kandidat lain. Salah satunya, para
kandidat tak akan memiliki kompetitor
incumbent (petahana). Sekalipun Wabup
Budiarto maju, ia tak merepresentasikan
kekuasaan karena dalam konteks
kepemimpinan Hasyim, sang wakil benar-
benar hanya wakil. Pilbup merupakan
ajang pemilihan pemimpin lokal. Tak perlu
berpelik-pelik dengan sejumlah teori untuk
menentukan kriteria pemimpin lokal yang
baik. Dalam konteks pembangunan
nasional, pemimpin lokal paling tidak harus
memiliki tiga kriteria. Pertama; memiliki cara
pandang baru, dan selalu memiliki sikap
pembaruan pada diri, baik dalam
pengertian intelektual maupun etika.
Kedua; memiliki wawasan luas sehingga
senantiasa terdorong kreatif menentukan
strategi pembangunan. Semangat
Pembaruan Ketiga; lahir dari generasi
masa kini, tidak terkontaminasi dengan
corak pikiran lama yang kolot, jumud,
apalagi disertai pola pikir birokratis status
quo. Masyarakat membutuhkan landasan
kriteria pertama karena transformasi
kemajuan masyarakat begitu cepat
sehingga butuh adaptasi cepat pula.
Adapun kriteria kedua merupakan
kebutuhan asasi mengingat pembaruan
senantiasa membutuhkan wawasan luas.
Mau tak mau, dibutuhkan sosok yang
pernah hijrah dari daerahnya, menggali
pengalaman dan ilmu di luar, dan
berpengalaman politik praktis sebagai
bekal menyebarkan virus kemajuan di
daerah, serta menjadikan relasi di luar
sebagai mitra kerja sama. Adapun dasar
kriteria ketiga, merupakan kebutuhan tiap
daerah yang ingin lokalitasnya maju.
Sumber sejarah politik dan peradaban
sejak dulu hingga kini, negeri mana pun,
termasuk Indonesia, membuktikan bahwa
keberhasilan ditentukan oleh pemimpin
berjiwa muda yang kadar semangat
pembaruan sangat kuat. Karena hanya
sedikit generasi tua dengan jiwa muda,
biasanya kita menemukan jiwa
kepemudaan pada sosok muda. Sebut
saja Soekarno, Sjahrir, Tan Malaka,
Ahmad Dahlan, atau Hasyim Asyari.
Mereka berhasil memimpin justru pada
usia sebelum 40 tahun. Pada era kini,
terbukti kaum muda mampu menghasilkan
perubahan. Sebut saja Barack Obama,
Presiden Amerika Serikat, atau Bashaer
Othman, Wali Kota Allar, yang memimpin
kota di Tepi Barat utara, Palestina. Juga
pada sosok Jokowi-Ahok di DKI yang
sebelumnya sukses memimpin daerah
masing-masing. Jokowi sukses di Solo,
Ahok di Belitung Timur. Di luar politik,
kesuksesan organisasi dan perusahaan
juga lahir dari generasi muda di bawah 40
tahun. Menyambut Pilbup Temanggung
2013, seyogianya kita berbenah
menentukan kriteria pemimpin. Kemajuan
tak boleh sekadar slogan, bahkan tak
cukup hanya maju, tapi butuh kecepatan.
Butuh pula kerja keras dan kerja cerdas
melakukan terobosan dengan lompatan
Muhammad AminSAg, Wakil Ketua DPRD Kabupaten
Temanggung
Sip.......terus semangat untuk maju...
BalasHapus