Wacana mengembalikan pemilihan gubernur di
tingkat provinsi ke DPRD, sepatutnya didukung. Hal itu terkait dengan
besarnya biaya yang harus disediakan para calon yang berlaga di
pemilihan gubernur.
Para calon gubernur setidaknya harus mampu menyediakan dana minimal Rp 100 miliar.
Hal itulah yang sempat terungkap dalam kalkulasi biaya politik, terkait majunya sejumlah pasangan bakal calon dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah 2013, Rabu (6/3/2013).
Menurut rencana, Pilgub Jateng akan digelar 26 Mei 2013 dan akan diikuti tiga pasangan bakal calon, yaitu Bibit Waluyo-Sudijono Sastroatmodjo (PD,PAN dan Partai Golkar).
Kemudian pasangan Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko (PDI-P) serta pasangan Hadi Prabowo-Don Murdono (koalisi parpol PPP, PKB, Partai Gerindra, Partai Hanura, PKS dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama).
Menurut Rahardjo, salah satu pengurus partai politik pengusung pasangan bakal calon gubernur Jateng, minimnya jumlah pasangan bakal calon yang maju dalam pilgub menunjukkan jabatan gubernur tidak sebanding dengan biaya kampanye yang harus dikeluarkan.
Terlebih lagi, ketika upaya pemberantasan korupsi gencar berlangsung, analisis calon sulit akan bisa mengembalikan modal hingga jabatan gubernur berakhir lima tahun. "Untuk membiaya saksi partai politik di tempat pemungutan suara saja, membutuhkan biaya minimal Rp 25 miliar. Belum lagi biaya kampanye di 35 kabupaten dan kota juga memerlukan anggaran minimal Rp 50 miliar," ujar Rahardjo.
Pengurus partai lain menambahkan, penghasilan gubernur di Jawa Tengah selama lima tahun ternyata tidak sampai sebesar Rp 40 miliar. Kalau dihitung cermat, gaji, tunjangan dan insentif gubernur di Jateng per tahunnya hanya Rp 7,5 miliar atau Rp 627 juta per bulan saja," ujarnya.
Pengamat politik Fisip Universitas Diponegoro Semarang, Susilo Utomo, menyatakan, partai politik pendukung juga tidak mudah menawarkan kadernya supaya digandeng oleh calon gubernur. Kalau kader itu hanya menang popularitas tapi tidak kaya, calon gubernur juga tidak mau tombok.
Wajar saja ketika ada cagub akhirnya menentukan wakil gubernurnya, ketimbang kader-kader partai politik koalisi pengusungnya. Begitu halnya dengan pasangan calon lain, tentunya oleh partai politik sudah diperhitungkan akan mampu untuk menanggung biaya politik dalam pemilihan gubernur.
Para calon gubernur setidaknya harus mampu menyediakan dana minimal Rp 100 miliar.
Hal itulah yang sempat terungkap dalam kalkulasi biaya politik, terkait majunya sejumlah pasangan bakal calon dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah 2013, Rabu (6/3/2013).
Menurut rencana, Pilgub Jateng akan digelar 26 Mei 2013 dan akan diikuti tiga pasangan bakal calon, yaitu Bibit Waluyo-Sudijono Sastroatmodjo (PD,PAN dan Partai Golkar).
Kemudian pasangan Ganjar Pranowo-Heru Sudjatmoko (PDI-P) serta pasangan Hadi Prabowo-Don Murdono (koalisi parpol PPP, PKB, Partai Gerindra, Partai Hanura, PKS dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama).
Menurut Rahardjo, salah satu pengurus partai politik pengusung pasangan bakal calon gubernur Jateng, minimnya jumlah pasangan bakal calon yang maju dalam pilgub menunjukkan jabatan gubernur tidak sebanding dengan biaya kampanye yang harus dikeluarkan.
Terlebih lagi, ketika upaya pemberantasan korupsi gencar berlangsung, analisis calon sulit akan bisa mengembalikan modal hingga jabatan gubernur berakhir lima tahun. "Untuk membiaya saksi partai politik di tempat pemungutan suara saja, membutuhkan biaya minimal Rp 25 miliar. Belum lagi biaya kampanye di 35 kabupaten dan kota juga memerlukan anggaran minimal Rp 50 miliar," ujar Rahardjo.
Pengurus partai lain menambahkan, penghasilan gubernur di Jawa Tengah selama lima tahun ternyata tidak sampai sebesar Rp 40 miliar. Kalau dihitung cermat, gaji, tunjangan dan insentif gubernur di Jateng per tahunnya hanya Rp 7,5 miliar atau Rp 627 juta per bulan saja," ujarnya.
Pengamat politik Fisip Universitas Diponegoro Semarang, Susilo Utomo, menyatakan, partai politik pendukung juga tidak mudah menawarkan kadernya supaya digandeng oleh calon gubernur. Kalau kader itu hanya menang popularitas tapi tidak kaya, calon gubernur juga tidak mau tombok.
Wajar saja ketika ada cagub akhirnya menentukan wakil gubernurnya, ketimbang kader-kader partai politik koalisi pengusungnya. Begitu halnya dengan pasangan calon lain, tentunya oleh partai politik sudah diperhitungkan akan mampu untuk menanggung biaya politik dalam pemilihan gubernur.
SEMARANG, KOMPAS.com —
Tidak ada komentar:
Posting Komentar