Sabtu, 19 Maret 2011

Bangkitlah Petani .... !

Suara Rakyat, 20 Maret 2011

"Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum, terkecuali kaum itu sendiri yang merubah nya". Begitu pun dengan kaum tani. Di negeri ini, kaum tani, khusus nya mereka yang terkategorikan ke dalam jajaran petani gurem dan petani buruh, boleh dibilang sebagai warga bangsa yang belum mampu menikmati sedap nya pembangunan. Nasib dan kehidupan nya, sungguh jauh berbeda dengan para konglomerat yang keseharian nya terlihat hidup dalam gelimpangan harta dan kekayaan. Di mata mereka adagium "besok makan apa", pasti tidak berlaku. Namun di kalangan petani gurem mau pun petani buruh, jelas adagium "besok makan apa" merupakan ungkapan yang kerap kali menghantui kehidupan nya. Bahkan sekedar untuk menebus "beras raskin" yang harga per kilo gram nya Rp. 1.600,- pun adakala nya mereka harus bekerja keras untuk memperoleh nya.

   Sebagai warga bangsa, kaum tani tidak berbeda dengan para konglomerat. Mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama selaku warga negara. Kalau pun dalam perkembangan selanjutnya, ada bagian dari warga bangsa yang mampu mematrikan diri nya sebagai "penikmat pembangunan", dan di sisi yang lain ada yang pantas disebut sebagai "korban pembangunan", maka menjadi tugas kita bersama untuk mendekatkan kesenjangan tersebut. Inilah sebetul nya pokok masalah yang sejak lama kita hadapi. Suasana "bersama dalam kemakmuran dan makmur dalam kebersamaan", sudah waktu nya untuk digelorakan dan diejawantahkan dalam perilaku hidup sehari-hari.

selanjutnya klik disini

    Petani bangkit mengubah nasib, memang sangat tidak mungkin akan terjelma, seandai nya kita membiarkan kaum tani hidup sendirian. Dengan kondisi nyata kehidupan nya seperti sekarang, kaum tani sangat sulit untuk mampu hidup mandiri atau pun hidup bermartabat. Terlalu banyak masalah yang menyelimuti nya. Terlalu besar hambatan yang harus diselesaikan nya. Bahkan tidak jarang banyak kalangan yang menyatakan bahwa suasana kehidupan kaum tani di tanah merdeka ini, tak ubah nya seperti "bernafas dalam lumpur". Itu sebab nya, mengapa "turun tangan" Pemerintah dan para pemangku kepentingan lain nya pun, mutlak terlibat secara nyata guna mencari solusi terbaik, demi lahir nya suasana kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.

    Kebangkitan kaum tani, hanya akan dapat dilakukan, sekira nya kita telah memiliki persepsi yang sama terhadap semangat yang ingin diraih. Selain itu, kita pun dituntut untuk dapat memahami secara terang benderang persoalan mendasar apa yang selama ini dihadapi oleh kaum tani. Benarkah saat ini kaum tani di negeri ini miskin perlindungan dari Pemerintah ? Benarkah para petani di Indonesia relatif kurang memperoleh perhatian yang serius dari Pemerintah, mengingat belum utuh nya paradigma pemberdayaan yang dilakukan ? Dan sampai sejauh mana kita dapat mengukur kinerja Pemerintah dalam membangun kaum tani agar mereka pun mampu menjadikan diri nya sebagai "petani yang berdaulat" ?

    Perlindungan dan pemberdayaan terhadap kaum tani, rupa nya tidak cukup hanya diwacanakan. Tidak cukup pula hanya tertuang di atas kertas dalam wujud regulasi. Ada yang lebih mendasar dan butuh pencermatan dari kita bersama. Kaum tani kini menunggu bukti. Adakah keseriusan Pemerintah untuk meningkatkan penghasilan mereka yang sistemik dan tidak parsial ? Bagaimanakah para perencana dan perancang pembangunan bangsa ini "mendesain" prigram yang secara fokus menjadikan kaum tani sebagai "pelaku utama" pembangunan ? Bahkan kita juga berharap agar rajutan pembangunan keruangan dan pembangunan sektor, benar-benar mampu memberi "nilai tambah" bagi nasib dan kehidupan kaum tani di perdesaan.

   Hadir nya "syahwat politik" di penghujung tahun 2010 dari para Wakil Rakyat dan Pemerintah untuk melahirkan Undang Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, sudah sepatut nya dimuarakan pada maksud untuk "membela kaum tani". Hal ini sangat penting untuk dihayati, karena apalah artinya kata "perlindungan" dan kata "pemberdayaan" jika tidak dibarengi dengan semangat untuk melakukan "pembelaan" secara nyata di lapangan ? Yang diharapkan adalah regulasi tersebut mampu juga memberi sebuah "jaminan pembelaan", seandai nya ada perilaku penguasa atau perilaku alam raya, yang memang tidak berpihak kepada kaum tani. Sebut saja dengan ada nya anomali iklim yang kelihatan nya masih sulit dikendalikan. Mampukah dalam waktu yang sesegera mungkin Pemerintah menginisiasi terbit nya Kebijakan Asuransi Pertanian, sehingga bila ada petani yang gagal panen, maka aspek "keberpihakan"  Pemerintahan menjadi tampak dalam kehidupan kaum tani ?  Jawaban nya tegas : harus mampu ! Sebab jika tidak maka suasana nya pun akan tetap seperti semula dan tidak terjadi sebuah perubahan. Mudah-mudahan .....

Selamat berhari Minggu....

Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar